‘Perth’fect City

One fascinating and memorable year in Perth (‘Provinsi terpencil’ yang eksotis nan nyaman di ujung barat Benua Australia)

Perth merupakan ibukota Negara Bagian Australia Barat yang terletak di sebelah tenggara Benua Australia. Jika bisa menyederhanakannya, dalam terminologi saya pribadi, Perth adalah ibukota Provinsi Australia Barat.

Australia Barat sendiri terdiri dari 140 Local Government Area (LGA), yang dikategorikan dalam tipe-tipe city, town, dan shire (shire merupakan kabupaten yang paling terpencil). City, town, atau shire ini bisa dibilang hanya sepadat kota-kota kecamatan di Indonesia. Ada sekitar 75% warga Australia Barat yang tinggal di Perth Metropolitan Area, termasuk Peel Regions (Glasson, 2010). Sisanya yang 25% menempati sekitar lebih dari 90% kawasan Australia Barat.

Sehingga tidak heran, perencanaan pedesaan bukan menjadi fokus utama para perencana dan penata ruang di Perth. Perencana kota di Perth fokus pada efisiensi pemanfaatan ruang di Kawasan Perth Metropolitan Area sendiri. Seperti bagaimana menerapkan Transit Oriented Development (TOD), yaitu prinsip pembangunan yang bertujuan untuk mencapai integrasi yang lebih baik antara guna lahan dan pelayanan transportasi publik yang memadai. Pemerintah Australia Barat sendiri cenderung menolak terjadinya urban sprawl demi efisiensi monitoring, evaluasi, dan maintenance dari kota-kota yang ada.

Secara pemerintahan, Australia Barat menerapkan sistem pemerintahan nasional (national) dan negara bagian (state). Dalam pemerintahan negara bagian inilah dibedakan menjadi beberapa Local Government Area (LGA) yang lokasinya berada di luar Metropolitan Regions maupun di dalam Metropolitan Regions. LGA ini dipimpin oleh walikota/bupati yang dibantu oleh beberapa anggota majelis. Salah satu hal yang menarik bagi saya, pada tahun 2015, berdasarkan informasi dari Wikipedia (2016), salah satu sister city dari City of Perth yaitu Kota Padang lho…kira-kira kapan ya Kota Mempawah bisa sister-an sama Kota Perth… hehe.

 peta-western-australia

Asal mulanya…

Kondisi geologi Australia Barat kaya akan beberapa kandungan mineral seperti bijih besi, emas, nikel, dan lain-lain. Pada beberapa lahannya juga sangat subur, meskipun ada beberapa lahan (padang pasir) yang tidak subur karena mengandung sumber daya alam yang luar biasa seperti minyak bumi, gas, dan mineral-mineral pasir.

Makanya ga heran, meski Australia Barat pertama kali ditemukan oleh orang-orang Papua Nugini yang lewat via jembatan es yang ada pada jaman dulu, kemudian oleh orang Belanda yang sekedar lewat ketika mereka memulai ‘perdagangan’ dengan Indonesia (mereka ga nemuin mineral-mineral karena hanya menjelajah di wilayah pulau sisi barat), tetapi orang Inggrislah yang memulai mengeksplor seluruh wilayah Australia Barat dan membangun permukiman disana.

Motivasi terbesar orang Inggris adalah untuk bertani. Sayangnya, percobaan pertama mereka gagal. Hal ini dikarenakan beberapa hal seperti tanahnya tidak subur (padang pasir booo…), teknik bertani mereka yang tidak sesuai dengan tanah yang ada, kemudian para imigran yang datang kena penyakit menular dan kurang gizi, dan tentu saja, konflik dengan penduduk lokal (Aborigin).

Tapiii…seiring berjalannya waktu, akhirnya orang-orang Inggris mulai berhasil menemukan tanah-tanah yang subur, mulai mengekspor hasil-hasil sumber daya alam (SDA), dan dengan adanya tahanan-tahanan yang mengerjakan jalan-jalan, jembatan, pelabuhan, dan sebagainya akhirnya mereka mulai membangun kota-kota (hiks penjajahan dimana-mana…).

 Oiya satu lagi periode penting dalam sejarah perkembangan Australia Barat adalah ditemukannya emas di awal tahun 1980. Sejak saat itu, orang-orang dari berbagai belahan dunia mulai berdatangan. Populasi meningkat baik itu dari segi jumlah maupun keberagamannya.

 Saat ini…

Perekonomian di Australia Barat didominasi oleh pertambangan dan pertanian. Walaupun sekarang ini terjadi peningkatan perekonomian di bidang perdanganan dan jasa (pariwisata, pendidikan, kesehatan, dan informasi).

Kondisi penduduk Australia Barat sangat beragam. Hal ini didominasi oleh pertambahan penduduk akibat proses migrasi, terutama dari kawasan Asia Selatan dan Timur (China dan India). Meskipun proporsi imigran utama terbanyak tetap dari Inggris dan New Zealand.

Oh iya, sebagai akibat ‘baby boom’ di tahun 1980an itu, sekarang banyak sekali penduduk manula di Australia Barat. Hal ini menjadi salah satu isu kebijakan publik selama lebih dari 30 tahun.

Selain porsi penduduk manula yang banyak, rasio kepemilikan kendaraan pribadi (mobil) di Australia Barat juga sangat tinggi. Dari 1000 populasi penduduk, memiliki sebanyak 641 kendaraan). Selain itu, selama 10 tahun terakhir Australia Barat mengalami kenaikan tingkat kepadatan rumah di kota dan pinggiran-pinggiran kota. Mmhhh…sebenernya si ga sepadet -padet banget kalo dibandingin dengan kota-kota di Indonesia yak…

 What I missed most about Perth

Naahhh…itu deh sekilas background tentang Australia Barat, bagi saya salah satu dari sekian banyak hal yang menarik dan ngengenin tentang Australia Barat terutama Perth nya adalah taman-tamannya yang indah, baik itu taman nasional maupun taman kota.

Kondisi lingkungan alam di Australia Barat sangat terjaga dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya taman-taman nasional yang masih asri dan taman-taman kota yang bersih dan indah. Tidak hanya memiliki fungsi untuk menjaga ekosistem agar tetap seimbang, taman-taman nasional di Australia Barat juga dimanfaatkan sebagai kawasan wisata dan olahraga. Pemerintah Australia Barat juga menyediakan hiking track, walking track (ini para bunda yang punya anak kecil pasti seneng banget bisa bawa strollernya, hehehe), bird watching, camping ground serta fasilitas-fasilitas pendukungnya seperti kantor/papan informasi, toilet, BBQ area, playground, drinking fountain water, dan tempat parkir. Kebanyakan taman-taman nasional ini berbayar, namun masih terjangkau lah. Apalagi jika pergi dengan keluarga, biasanya ada rate khusus untuk keluarga.

tree-top-walk

Taman-taman kotanya juga ga kalah asik. Taman-taman ini tidak berbayar. Rumputnya keren, jadi bisa didudukin untuk leyeh-leyeh atau berjemur ketika hari dingin tapi pas ada matahari. Ga usah takut ada kotoran-kotoran binatang, karena pada beberapa taman yang diperbolehkan bawa binatang peliharaan, para pemiliknya punya kewajiban untuk mengambil dan membuang sendiri kotoran-kotoran binatang peliharaan mereka (disediakan juga kantong kreseknya). Di taman-taman ini biasanya juga disediakan BBQ area, playground, dan fitness area. Jogging dan walking track juga ada.

sir-james-park

Yang menariknya lagi, di taman-taman ini kita bisa lihat tanaman-tanaman dan hewan-hewan asli dan liar yang bebas berkeliaran. Soal keamanan juga ga udah khawatir, biasanya mereka menyediakan CCTV di mana-mana. Untuk info lebih lanjut soal taman-taman yang ada di Australia Barat bisa kunjungi https://parks.dpaw.wa.gov.au.

Referensi:

Glasson, J. (2010). “The State of Regional Planning and Regional Planning in the State.” In Planning Perspectives from Western Australia: A Reader in Theory and Parctice, edited by I. Alexander, S. Grieve and D. Hedgcock, 172-190. Fremantle: Fremantle Press.

Hedgcock D. and Yiftachel O. (1992). Urban and Regional Planning in Western Australia; Historical and Critical Perspectives, Paradigm Press, Perth

https://wikipedia.com.

https://parks.dpaw.wa.gov.au.

Ponsel dan Keluarga

“Mendekatkan yang jauh atau menjauhkan yang dekat?”

SosMed Ethic

Ponsel a.k.a handphone a.k.a mobile phone menjadi salah satu benda penting yang tidak bisa kita tinggalkan saat ini (really???). Coba saja bayangkan jika kamu meninggalkan ponselmu satu hari saja. Hehehe rasanya pasti bingung seharian kan… Ponsel menjadi alat komunikasi yang praktis, efektif, dan efisien yang mampu menghubungkan keluarga atau teman yang jauh tanpa harus saling bertemu langsung. Malahan, ponsel yang ‘pintar’ (smartphone) selain menghibur, juga mampu menambah informasi atau ilmu pengetahuan dengan banyak memanfaatkan situs pencarian saat ini.

Sayangnya, derasnya arus teknologi saat ini terkadang malah lebih banyak memberi kerugiannya jika tidak bisa dimanfaatkan secara tepat. Villegas (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa media mempengaruhi hubungan dinamika dalam keluarga karena dapat menghalangi komunikasi tatap muka dan mengurangi keterlibatan dalam masyarakat luas. Dia bahkan menambahkan bahwa tradisi keluarga-keluarga di Amerika yang senantiasa menghabiskan waktu berkumpul dan saling bercerita di sore hari sekarang cenderung semakin menghilang. Waduwh…

Someday Computer

Penelitian lainnya yang dikemukakan oleh McGrath (2012) menyimpulkan bahwa teknologi media terbaru berdampak negatif pada interakasi sosial antara individu dan rumah tangga. Teknologi terbaru akan mempengaruhi aktifitas rutin harian dan akan meningkatkan isolasi sosial juga mengganggu kehidupan pribadi rumah tangga. Kok kesannya banyak banget ya dampak negatifnya dibanding dampak positifnya. In my opinion, sebenernya bisa kok kita ambil banyak dampak positifnya dengan mengurangi dampak negatifnya sesedikiiiiittt mungkin. Intinya si jangan sampe kecanduan (addicted). Kecanduan…??? Iyah, bener, ponsel bisa bikin kecanduan lho.

Ciri-ciri orang yang udah kecanduan ya:

  1. Bangun tidur langsung liat ponsel, bukan hanya untuk liat jam/waktu ya tapi mengecek segala akun social media yang dipunyai dan menghabiskan waktu hingga hampir telat ke kantor/sekolah (lol).
  2. Punya banyak akun social media dan hampir 24 jam selalu aktif di semua akunnya.
  3. Kayak cacing kepanasan klo ponselnya ketinggalan satuuuuu hari aja.
  4. Ketika duduk makan bersama atau kumpul dengan teman atau keluarga, lebih banyak melihat ponsel daripada ngobrolnya.
  5. Tugas dan kewajiban yang kamu punya selalu tidak bisa diselesaikan tepat waktu karena kamu lebih banyak lihat ponselmu.
  6. Ketika jalan pun kamu terus-terusan lihat ponsel pintarmu.

 

First thing in the morning, do you roll over in bed and look at your phone and scroll through it — or do you roll over and cuddle your partner?”  Steiner-Adair.

Screens aren’t good for your marriage too!

 Sebenarnya banyak banget ciri-ciri kalo kamu udah kecanduan ponsel. Sebagai emak-emak yang concern dengan perkembangan dan pertumbuhan keluarga (tssaaaahhh…) saya merasa perlu sekali untuk bertindak cepat dan tepat dalam menyelamatkan family bonding ini. Bagi saya, intinya kamu harus tahu: kapan kamu harus menggunakan ponsel dan TAHU kapan harus berhenti. Karena kita yang udah tua-tua ini (iya, ngaku udah tua kok…) kudu punya “rem” untuk tahu kapan berhenti, kecuali anak-anak, perlu dibarengi dengan contoh dan pemahanan secara pelan-pelan. Oh iya, kalo menurut Tabloid Nakita, ada 6 ciri-ciri anak kecanduan gadget, yaitu:

  1. Waktu bermain cukup lama, diatas 6 jam.
  2. Anak akan marah, sedih, atau frustasi kalau tidak bermain.
  3. Enggan bersosialisasi, anak lebih sibuk dengan gadget-nya.
  4. Rutinitas terganggu (malas makan/mandi).
  5. Bolos sekolah, lalai mengerjakan tugas.
  6. Pola tidur terganggu, karena anak sering bermain hingga larut malam.

Sebagai ibu, saya berupaya agar anak tidak kecanduan gadget walaupun alhamdulillah anak saya belum menunjukkan semua gejala-gejala itu. Cara pertamanya ya saya ga boleh kecanduan gadget juga. Saya harus tahu kapan harus berhenti ketika menggunakan ponsel saya. Makanya saya sulit dihubungi ketika berada di rumah. Karena saya percaya ayah dan ibu adalah contoh dan teladan utama bagi anak.

Jpeg

Dan saya lebih menghargai face-to-face method untuk meningkatkan bonding/ikatan dalam keluarga. Hanya saja yang jadi Pekerjaan Rumah (PR) adalah bagaimana mengajak ayahnya untuk lebih bijak lagi dalam menggunakan ponselnya…hahahaha

Semoga ayahnya baca blog ini ya… (ya pasti bacalah, lha wong ayahe editor kok disini, hihihihihi)

Mempawah, 30 Juni 2016

ffebianti

 

DAFTAR PUSTAKA

Villegas, Alessondra. 2013. The Influence of Technology on Family Dynamics. Proceedings of the New York State Communication Association: Vol. 2012. Article 10. http://docs.rwu.edu/nyscaproceedings/vol2012/iss1/10

McGrath, Siobhan. 2012. New Media Technologies in the Household. The Impact of New Media Technologies on Social Interaction in the Household: Third Year Sociology. S0303H.

 

 

 

 

 

 

Menguji Ketangguhan Kontrol Sosial

Perjalanan menuju kantor pada pagi hari ini saya rasakan cukup membekas di ingatan, berulang-ulang dan terus di “rewind” oleh syaraf otak menuju hati, menimbulkan banyak pertanyaan sebagai bahan introspeksi diri saya sendiri: “Apakah sudah betul aksi yang saya lakukan tadi??? apakah saya terlalu lebay ketika menegur pasangan yang membuang beberapa kantong besar berisi sampah di sungai??? Sampah lho itu, bukan bayi atau body hasil mutilasi. Apakah saya termasuk kategori masyarakat alay ketika secara spontanitas mulut saya berkata “Bang/Kak, malulah buang sampah ke sungai!!!” dengan nada yang sedikit menantang emosi karna memang saya agak sedikit emosi melihat pasangan yang membuang sampah tersebut juga memakai seragam Aparatur Sipil Negara (ASN), sama seperti seragam yang saya pakai pagi ini??? malu-maluin aja, astagfirlahaladzim, sekilas lupa jika sedang berpuasa, maklum darah muda. Menyadari kondisi bahwa saat ini adalah bulan ramadhan yang penuh barokah, saya bergegas melanjutkan perjalanan menuju kantor meskipun terdengar teriakan dari si “abang” yang mungkin masih belum terima dengan teguran saya tersebut.

Setelah bermuhasabah/introspeksi diri sebentar sebelum melakukan rutinitas kantor, dengan mantap saya menyimpulkan bahwa apa yang saya lakukan SUDAH BENAR (maaf jika kesimpulan saya ini salah), hanya saja cara saya menegur perlu diperbaiki, mungkin dengan tidak melibatkan emosi dan pelototan mata yang menantang. Kenapa SUDAH BENAR? beberapa alasan yang dapat saya sampaikan antaralain:

 

  1. Karena apa yang dilakukan oleh pasangan tersebut MEMANG SALAH, meskipun hanya tentang membuang sampah di sungai. Sungai bagi masyarakat Mempawah memiliki peran sangat penting, untuk memenuhi kebutuhan air bersih, transportasi lokal, perekonomian lokal (budidaya ikan melalui keramba jaring apung), dan lain sebagainya. Dan sebagai masyarakat Mempawah, saya merasa memiliki Sungai Mempawah yang saya yakini memiliki potensi besar bagi pengembangan daerah jika dikelola secara optimal.

 

  1. Karena saya adalah seorang Muslim, dan seorang muslim dianjurkan untuk melakukan perbuatan yang baik, dan juga melarang atau mencegah perbuatan yang keji serta munkar (Amar Ma’ruf Nahi Munkar), bukan malah mendiamkan kemunkaran dan kemaksiatan terjadi bahkan didepan bijik mate kite (kate orang Mempawah). Hal ini dijelaskan dalam dalam surat Ali Imran ayat 110 yang artinya:

 

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS: Ali Imran: 110).

Dalam sebuah hadits juga telah disebutkan bahwa:

“Barangsiapa melihat suatu kemunkaran hendaklah ia merobah dengan tangannya (perbuatannya). Apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya (ucapannya), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya (doa) dan itulah tanda selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim).

 

  1. Karena saya ingin menghidupkan kembali kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kontrol Sosial (baca: pengawasan masyarakat) sebagai alat pencegah lajunya degradasi moral masyarakat akibat masuknya budaya asing dan norma/nilai negatif dari luar yang sedikit demi sedikit menggerus budaya/norma/nilai/adat setempat. Pada kasus pagi tadi, kata-kata yang keluar dari mulut saya (“Bang/Kak, malulah buang sampah ke sungai!!!”) diharapkan menjadi sebuah kata pamungkas yang fasih diucapkan seluruh lapisan masyarakat ketika melihat orang berniat membuang sampah di sungai. Kata-kata seperti inilah yang diharapkan menjadi senjata dalam rangka men- “switch on” Kontrol Sosial dalam masyarakat yang pada akhirnya akan berimbas pada peningkatan Social Capital (Modal Sosial).

 

Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas secara detail point nomor 1 (terkait potensi Sungai Mempawah dengan segala aktivitas disana), karena akan menjadi tulisan tersendiri di halaman Pesona #Mempawah. Pada halaman Cahaya Langit ini, saya akan sedikit membahas tentang point 2 dan 3 yang memiliki keterkaitan yang erat dan saling mendukung satusamalainnya, dan menurut saya sangat penting untuk dibicarakan dan diinformasikan kepada khalayak agar menjadi sebuah opini publik.

Keinginan besar saya untuk menghidupkan kembali kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat dimulai dengan pemikiran bahwa salahsatu penyebab semakin meningkatnya kasus-kasus kriminalitas yang terjadi saat ini adalah karena semakin rapuhnya Kontrol Sosial Masyarakat pada saat ini. Kita tidak bisa menghindar dari serbuan budaya asing, kemajuan tekhnologi informasi, dan menolak menjadi bagian dari komunitas masyarakat global, itu adalah bagian dari peradaban yang sedang kita jalani. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita membentengi diri, keluarga, dan masyarakat secara luas dengan nilai agama dan norma positif yang terlahir dari budaya / kearifan lokal.

Nilai agama dan norma positif tersebut dapat di”sosialisasikan” melalui teguran yang tujuannya sangat JELAS, agar orang yang bertindak secara tidak benar akan menyadari bahwa perbuatannya tidak baik dan diharapkan untuk segera membenahi diri. Beberapa pertanyaan yang perlu menjadi bahan introspeksi kita bersama sekaligus menguji seberapa tangguh kontrol sosial dalam masyarakat kita saat ini antaralain:

  • Seberapa besar respon kita untuk bergerak ketika melihat hal-hal yang tidak etis berlangsung didepan mata kita?
  • Berani gak sih kita menegur orang-orang yang melakukan perbuatan tidak etis / kemaksiatan tersebut?
  • Atau anda lebih memilih untuk diam saja di zona aman yang sekaligus menjelaskan bahwa kondisi iman masyarakat saat ini memang berada pada zona tidak aman?

 

Jawaban-jawaban kita diatas akan berpengaruh signifikan terhadap ketangguhan kontrol sosial yang notebene akan menjadi penentu keberhasilan generasi masa depan, anak cucu kita. Ketika kita mulai tidak respon dan acuh terhadap keadaan lingkungan sekitar kita, maka bersiaplah dengan kehidupan yang tidak aman, kekacauan dimana-mana, dan tunggulah saat-saat kehancuran itu. Namun saya sangat yakin dan percaya bahwa tidak ada nilai agama dan norma yang mengajak pada kemunkaran, mengajak orang untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat dan jahat, menzalimi orang lain, dan lain sebagainya, jikalaupun ada itu pasti kategori ajaran sesat. Hanya saja kita selaku penganutnya yang belum maksimal mensyiarkan nilai-nilai kebaikan tersebut, belum berani untuk mengajak untuk melakukan perbuatan baik dan belum berani untuk menegur orang-orang yang melakukan perbuatan jahat, astaghfirlaahaladziim.

Diakhir tulisan ini saya mengajak pembaca yang berkenan untuk mulai melakukan gerakan/aksi secara bersama untuk berani menegur saudara/ pasangan/ anak/ cucu/ dll yang mungkin sedang khilaf dan melakukan perbuatan maksiat, jangan biarkan mereka terus-menerus melakukan hal-hal yang salah, yang pada akhirnya dianggap benar oleh mayoritas masyarakat awam karna kurangnya ilmu yang dimiliki dan tidak adanya teguran atau syiar yang dilakukan. Tegurlah saudara kita yang membuang sampah sembarangan, tegurlah anak-anak kita yang mulai belajar minum minuman keras dipinggir jalan, tegurlah anak sekolah berseragam yang mulai belajar merokok, tegur mereka yang mulai belajar pacaran dan berzinah di ruang publik, tegur tetangga kita yang menutup/memutuskan/menimbun aliran air (drainase), tegur teman kerja yang sering bawa pulang aset kantor, jika berani tegurlah atasanmu yang berniat melakukan korupsi uang negara, jika berani tegurlah pejabat di daerahmu yang terlalu sering menghamburkan uang di klub malam, jika berani tegurlah wakil rakyat terpilih yang terlalu sering jalan-jalan (tak tentu rudu gak ada hasil), jika berani tegurlah presiden/pemimpin yang zholim terhadap rakyat dan negaranya. Demi mewujudkan masyarakat yang madani dan semoga menjadi catatan amal baik kita di akherat kelak, aamiin.

 

Mempawah, 27 Juni 2016

longyan.mpw

 

 

Perencana dimata saya

Terus terang, sewaktu saya mendaftarkan diri di program studi Perencanaan Wilayah dan Kota pada seleksi Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), saya tidak begitu memahami profesi perencana atau planolog itu sendiri. Pun, hingga selama kurang lebih 4 tahun saya menyelami dunia sebagai asisten tata kota pada suatu program nasional yang dibiayai oleh Bank Dunia atau sebagai freelance planner di wilayah Kalimantan Barat, saya sepertinya masih belum meyakini apa yang saya lakukan. Maklum, kala itu tokoh-tokoh penata kota seperti Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, dan lain-lainnya belum begitu populer. Hhmm, maksudnya mungkin mereka sudah populer sebagai Arsitek atau bidang mereka masing-masing, namun belum begitu populer sebagai eksekutor perencana dan penata kota (walikota, bupati, atau gubernur). Ke’ngeh’an saya mulai tergelitik ketika saya melanjutkan studi ke jenjang S2 di salah satu universitas ternama di Indonesia dan kemudian meneruskannya ke luar negeri. Bersekolah di sekolah berstandar international dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris, mau tak mau memaksa saya melahap aneka jurnal dan buku dalam bahasa asing.
Tidak hanya itu saja, sebagai salah satu penerima beasiswa bergengsi dari Pemerintah Australia, saya disiapkan untuk mampu menerima pelajaran dan menulis dengan baik. Sehingga, saya dibekali dengan berbagai metode ‘how to write well’. Hal itu membuat saya belajar menulis esai yang mau tidak mau harus dibekali dengan banyak membaca referensi. So, saya merasa seperti di’sentil‘ dengan berkurangnya kebiasaan ‘membaca’ saya pasca menikah, punya anak, dan memiliki pekerjaan tetap.
Keharusan banyak membaca jurnal dan buku, terutama jurnal dan buku internasional membuka mata saya tentang profesi saya selama ini. Kemudian berkaca pula dari teman-teman, tokoh-tokoh yang memiliki profesi yang sama, saya bisa menyimpulkan bahwa banyak kok kebijakan-kebijakan praktis yang bisa diterapkan meskipun posisi saya masih ‘kroco’ saat ini dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat luas.
Jujur, saya pernah pesimis dengan profesi saya bahwa saya tidak bisa menerapkan teori dan skills yang saya dapat selama sekolah di kehidupan kerja saya. Birokrasi di tempat kerja terkadang membuat tenaga ahli selihai apa pun belum tentu bisa memberikan rekomendasi dan usulannya terhadap suatu kebijakan di bidang yang dikuasainya. Walaupun, okelah, ada beberapa decision maker yang mau mendengarkan pendapat tenaga ahlinya, namun tak sedikit yang mengabaikan. Politis lebih penting dari keahlian, banyak orang bilang seperti itu.
Intinya adalah, sepulang sekolah, saya kembali optimis dan believe bahwa banyak hal-hal praktis yang bisa saya dan kawan-kawan sesama planner lakukan untuk bisa memajukan daerah. Salah seorang pakar penata ruang tingkat Internasional, Pete Sullivan, pernah menceritakan pengalamannya menjelaskan apa itu profesi perencana di kalangan anak usia dini (pre-school). Daripada mengatakan tentang zoning wilayah, kebijakan pembangunan, dan daya guna lahan, Sullivan lebih menjelaskan bahwa perencana itu bertugas membantu komunitas mewujudkan visi masa depan mereka, kemudian membuat kebijakan dalam rangka mencapai visi tersebut. Atau tugas perencana adalah meregulasi kegunaan lahan untuk membuat suatu tempat menjadi lebih baik.

“Urban planning means making places better by putting the right things in the right place.” -PETE SULLIVAN-

Saya sendiri setuju, walaupun bagi saya, pendapat Sullivan tersebut di atas masih lebih umum dan sulit untuk dipahami. Namun beliau kemudian mengatakan lagi bahwa tugas urban planner adalah memutuskan dimana harus menempatkan bangunan, jalan, dan taman. Pada poin ini pernyataannya pasti akan lebih masuk akal bagi anak usia dini. Aaaah… sangat simple ya, namun bagi saya seperti kembali diingatkan untuk betul-betul memperhatikan keseimbangan dan keberlanjutan tata ruang dan lingkungan ketika saya memberikan usulan mengenai penataan ruang ke decision maker di wilayah saya nantinya.
Yang menjadi pekerjaan rumah kemudian adalah meyakinkan tidak hanya pihak eksekutif di lingkungan kerja saya, namun para legislator agar semua pihak yang berkaitan mempunyai kebijakan yang serupa dan saling mendukung. Dalam hal ini masyarakat juga memiliki hak untuk mengetahui jalannya penataan ruang di wilayah mereka. Keterbukaan pemikiran, mau saling mendengarkan, dan transparansi juga memiliki visi dan misi yang sama untuk memajukan daerah menurut saya adalah kunci utamanya.
Perencana dimata saya adalah orang yang mampu bekerja sama (team work) dengan ahli-ahli di bidang lain, dengan tujuan untuk mengoptimalkan daya guna lahan sesuai dengan daya dukung lahan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan baik itu untuk kepentingan, sosial, ekonomi, dengan tetap memperhatikan lingkungan dan mengefektifkan pemerintahan yang baik. Terkesan klise memang, namun hingga saat ini itulah definisi perencana yang melekat di sanubari saya sembari saya selalu berupaya untuk terus tumbuh dan bergerak mengikuti irama ruang dan tempat yang juga senantiasa dinamis mengikuti peradaban mahkluk. Satu hal utama yang tak kalah penting adalah kemauan untuk terus belajar, belajar, dan belajar yang harus dimiliki oleh perencana. Baik itu yang berprofesi dibidang eksekutif, legislatif, pendidik, tenaga ahli, dan lainnya. Dan langkah awal belajar adalah dengan membaca.
Yuk budayakan membaca!

Mempawah, 20 Juni 2016
ffebianti

19 Juni ….

Bismillah, Arrahman, Arrahim,

19 Juni 1982 hari lahirku,
19 Juni 2016 hari dimana aku mulai memberanikan diri untuk menulis di Blog ini, blog sederhana yang dibuat dan akan ditulis bersama sang istri tercintaH, karena menurut kami tidak ada kata terlambat, hanya mungkin kemarin-kemarin itu kami belum sempat ngikutin trend kekinian masyarakat global, maklum kami pasangan planner yang tinggal di daerah yang masih sulit memperoleh sinyal untuk berselancar di dunia maya, dan lebih memilih untuk mengekspresikan diri dan kemampuan di dunia nyata kami di Mempawah (salahsatu kabupaten kecil di Propinsi Kalimantan Barat yang mengalami pemekaran wilayah hingga 2 kali dan semoga tidak terulang lagi hingga berkali-kali, karna menurut kami itu adalah “structural stupidity” yang pernah dilakukan tanpa memikirkan dampak (impact) bagi kabupaten induk yang hampir tidak memiliki aset dan sumber daya alam yang dapat dikelola dan dikembangkan.
Namun setelah menimbang dan melihat trend masyarakat modern yang semakin dimanjakan oleh teknologi informasi, maka kami memutuskan untuk ikut berperan aktif menulis pada blog ini dengan niat memberikan informasi yang menurut kami benar, sekaligus sebagai media bagi kami untuk belajar mengikat ilmu yang telah kami peroleh dan menorehkan kata-kata hingga membentuk sebuah kalimat yang semoga dapat dipahami oleh para pembaca.

” SEANDAINYA LAUTAN MENJADI TINTA UNTUK MENULIS KALIMAT-KALIMAT TUHANKU, SUNGGUH HABIS LAUTAN ITU SEBELUM HABIS KALIMAT-KALIMAT TUHANKU, MESKIPUN KAMI DATANGKAN TAMBAHAN SEBANYAK ITU PULA ” (AL QURAN, SURAH AL KAHF 109).

Mempawah, 19 Juni 2016
longyan.mpw